Kamis, 22 September 2022

Kritisi dengan Solusi

Oleh: Eko Agus Triswanto
Tuhan menciptakan miliaran manusia di muka bumi, lengkap dengan keberagamannya masing-masing. Dari aspek fisik, mental, pemikiran, persepsi pastilah perbedaan itu menjadi sebuah keniscayaan. Maka, sebuah hal yang manusiawi, jika pendapat dari setiap manusiapun sangat berpotensi untuk berbeda. Maka menyoal tentang perbedaan pendapat, adalah sebuah hal yang bukan seharusnya menjadi masalah. Sekali lagi, perbedaan pendapat adalah hal yang manusiawi.
Perbedaan pendapat dari masing-masing personal terhadap suatu hal bisa disebabkan karena adanya perbedaan perspektif terhadap suatu hal tersebut. Pelbagai ekspresi akan muncul dari adanya perbedaan pendapat. Ada yang diam dan membiarkan begitu saja dan ada juga yang sangat ekspresif yang diekspresikan dalam bentuk kritikan-kritikan, bahkan dengan tindakan-tindakan tertentu. 
Dalam kesempatan ini, mari kita kerucutkan pembahasan pada hal kritik-mengkritik, yang menjadi salah satu ekspresi dari perbedaan perspektif. Menurut wikipedia, kritik adalah proses analisis dan evaluasi terhadap sesuatu dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman, memperluas apresiasi, atau membantu memperbaiki pekerjaan. Lantas, mari kita renungkan realita antara pengertian kata kritik dari wikipedia dengan fenomena kritik yang terjadi.
Dewasa ini, dengan porsi kebebasan berpendapat yang semakin besar, mulai dari lingkup lingkungan sosial terkecil sampai dalam kehidupan bernegara, urusan kritik-mengkritik mendapatkan panggung yang sangat bebas. Hampir setiap saat kita jumpai, adanya pendapat-pendapat, adanya kebijakan-kebijakan yang mendapatkan kritik dari pelbagai pihak. Apakah itu salah? Tentu tidak. Karena sekali salah satu tujuan kritik itu sendiri adalah untuk memperbaiki dan membangun. 
Mengenai kritik, ada hal yang menurut saya yang dapat menciderai konsep dasar dari kritik. Hal tersebut salah satunya adanya tendensi pribadi yang cenderung resisten terhadap kebijakan maupun keadaan. Hal ini dapat disebabkan adanya posisi yang berseberangan kepentingan antara yang mengkritik maupun yang dikritik. Parahnya lagi, ketika kritik terlontar hanya sekedar untuk mengonter dari kebijakan atau pendapat orang lain, namun sang kritikus sendiri tidak mempunyai solusi terhadap apa yang dikritisi. Nah, jika seperti ini, apakah sebuah kritik akan menjadi sebuah solusi atau justru malah akan menimbulkan masalah yang baru?
Kritik yang baik adalah kritik yang membangun. Kritik yang baik adalah kritik dengan solusi-solusi yang ditawarkan dalam upaya perbaikan. Bukan sekedar kritik dengan tujuan untuk menjatuhkan. Mari menjadi kritikus yang cerdas. Ketika solusi yang kita tawarkan sebagai kritikus adalah hal yang berbeda sama sekali, menurut saya adalah hal yang wajar. Terkait diterima atau tidak mengenai solusi yang kita tawarkan, adalah menjadi hal yang harus menjadi kesepakatan bersmama. 
Sekali lagi, sebuah perbedaan adalah suatu kewajaran. Ada suatu kalimat bijak mengatakan, ketika ada suatu permasalahan yang sedang dibahas oleh lima orang dengan pendapat yang berbeda, ternyata ada enam pendapat yang akan muncul. Koq bisa? Iya. Sebab lima pendapat berasal dari masing-masing orang, sedangkan pendapat keenam adalah kesepakatan mereka untuk saling menghargai pendapat. [eat]


Eko Agus Triswanto, Kritik, Kritis, Kritisi

Related Post

Tidak ada komentar:

Posting Komentar