Sekecil apapun benda yang kita jatuhkan pada air yang tenang, ia akan menimbulkan riak, bahkan gelombang. Pun, satu hembusan saja dari nafas kita juga akan berpengaruh pada susunan atmosfer di bumi ini. Alam akan senantiasa memberikan reaksinya dalam rangka melahirkan keseimbangan dari aksi yang kita beri. Itu sudah menjadi kodrat yang telah Tuhan ciptakan.
Dari analogi di atas, lantas mari kita instrospeksi diri sendiri, reaksi yang bagaimana yang ingin kita dapatkan? Semua akan bergantung pada aksi yang kita lakukan. Benarkah demikian? Kapan reaksi keseimbangan itu datang? Seberapa besar reaksinya? Pertanyaan-pertanyaan tersebut kadang akan membuat kita melakukan hitungan-hitungan yang rumit, bahkan ada kalanya menghambat langkah aksi kita. Tapi, baiklah, tak ada salah jika sesaat ini kita lakukan analisa.
Dalam kehidupan ini, saya ambil contoh sederhana dalam lingkup organisasi atau perusahaan misalnya, di dalamnya diisi oleh personil dengan struktur dan fungsi yang berbeda-beda. Dalam penentuan struktur, personil dan fungsi, kita yakini bahwa pimpinan organisasi atau perusahaan tidak sembarangan dalam menentukan. Semua sudah diatur berdasarkan tujuan organisasi atau perusahaan tersebut. Di awal kontrak kerja, sudah barang tentu masing-masing dari personil tersebut telah memahami akan hak dan kewajibannya.
Namun, seakan menjadi problema yang lazim dalam organisasi, tidak sedikit personil yang merasa adanya ketidakadilan yang diterimanya (padahal itu diberlakukan sesuai kontrak kerja). Ironisnya, itu akan berdampak pada motivasi kerja dan produktivitas kinerja dari personil tersebut. Lebih parah lagi, jika dalam organisasi atau perusahaan ada beberapa personil saja yang memiliki pemahaman seperti itu, lantas mereka membicarakan hal ini, dan mempengaruhi personil lain yang mungkin awalnya tidak memiliki rasa ketidakadilan seperti ini.
Ketika dinamika organisasi sudah seperti ini, maka sudah selayaknya pimpinan melakukan evaluasi, baik untuk kebijakan, sampai pada perlakuan organisasi pada personil tataran terendah, agar segera ditemukan solusi dari permasalahan tersebut.
Terlepas dari bagaimana solusi yang akan diberikan oleh pimpinan organisasi, pada tulisan ini saya justru akan melakukan pendekatan kepada setiap personil dalam organisasi atau perusahaan tersebut, termasuk saya pribadi.
Menyoal perihal keadilan, saya rasa memang sulit kita takar jika itu masih urusan dengan sesama manusia, kecuali dengan utusan Tuhan dalam hal ini adalah nabi atau rasul yang telah diberikan kelebihan dalam bentuk mukjizat-mukjizat dan kebersihan hati dari Tuhan. Oleh sebab itu, perihal keadilan yang akan dapat menyeimbangkan, sejatinya adalah diri kita sendiri, hati kita sendiri. Semakin kita merasa memiliki kontribusi merasa dalam organisasi, lantas menghitung-hitung tentang apa yang kita peroleh sebagai pengganti kontribusi tersebut, maka saya yakin rasa keadilan itu semakin menjauh dari hati kita. Bahkan, tidak menutup kemungkinan itu akan merusak motivasi kerja kita. Menjadikan kita sebagai sosok yang suka mengeluh, menuntut lebih, kurang bersyukur dan berujung pada rendahnya harmonisasi kinerja kita di organisasi atau perusahaan tempat kita bekerja.
Lantas apa solusinya? Yuk, kita kembali pada hukum keseimbangan di atas. Mari meyakini, tentang apa yang kita perbuat, apa yang kita berikan pastilah berbalas. Tentang aksi kita pasti ada reaksi. Lantas apa hubungannya dengan kontribusi dan kompensasi kita pada organisasi atau perusahaan? Sebagai makhluk religi, tentu kita wajib percaya tentang kebaikan dari pahala dan balasan yang Tuhan berikan atas apa yang kita lakukan. Kita meyakini bahwa tak ada sedikitpun Tuhan akan salah dalam menakar. Tuhan Maha Adil.
Teorinya sederhana saja. Ketika kita merasa melakukan atau memberikan kontribusi kepada organisasi sebesar 10, sementara yang kita dapatkan adalah 8, maka jangan khawatir. Tuhan akan melengkapkan yang 2 dengan rejeki dari sisi yang tak pernah kita tahu. Namun perlu kita pahami juga, bahwa rejeki yang Tuhan berikan tidak akan selalu dalam bentuk uang. Namun, bisa dalam bentuk keselamatan, kesehatan atau kebaikan-kebaikan yang lain. Demikian halnya, tentang apa yang kita terima. Misal, ketika kita hanya melakukan 8 sementara kita menerima kompensasi 10, maka sadar atau tidak Tuhan akan mengambil yang 2 tersebut dari sisi yang belum tentu kita ketahui juga. Jadi, semua pasti akan seimbang pada waktunya.
Dengan analogi keseimbangan di atas, meski untuk menentukan rumusnya juga sangat sulit, saya rasa kuncinya sangat sederhana. Selagi mampu dan bisa mari kita lakukan yang terbaik. Mari berikan yang terbaik. Tanpa perlu terlalu memperhitungkan apa yang kita dapat. Sebab, tak ada sedikitpun yang akan luput dari perhitungan Tuhan.
E.A.T., 30 November 2021
Related Post
- Meninggalkan Kenyamanan?
- Tabur Bunga di Sosial Media
- Kritisi dengan Solusi
- Semua Akan Seimbang Pada Waktunya
- Tabur Tuai
- Jangan Mati di Kawah Candradimuka
- Ketika Komunikasi (mulai) Kesemutan
- Psikologi Pembelajaran untuk Generasi Z: Pendekatan yang Relevan di Era Digital
- Memaknai Keberadaan dan Upaya Menyematkan Kebermanfaatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar