Oleh: Ei
Tulisan ini asal mulanya terpikirkan oleh saya ketika pulang dari kerja dan terhambat macetnya jalanan yang luar biasa. Usut punya usut ternyata penyebabnya adalah aksi unjuk rasa yang harus menyumbat jalan yang kian tak sebanding dengan jumlah kendaraan. Aksi unjuk rasa atau yang
trend disebut demo, semakin hari seperti menjadi kegiatan rutin di negara yang katanya negara yang menganut asas demokrasi ini. Ada yang bilang aksi ini adalah wujud dari demokrasi yang sebenarnya, wujud dari kebebasan mengungkapkan pendapat yang sebenarnya. Benarkah demikian? Terus kebebasan pemakai jalan raya yang harus terpaksa terjebak kemacetan ditaruh di mana?
trend disebut demo, semakin hari seperti menjadi kegiatan rutin di negara yang katanya negara yang menganut asas demokrasi ini. Ada yang bilang aksi ini adalah wujud dari demokrasi yang sebenarnya, wujud dari kebebasan mengungkapkan pendapat yang sebenarnya. Benarkah demikian? Terus kebebasan pemakai jalan raya yang harus terpaksa terjebak kemacetan ditaruh di mana?
Sebelumnya lebih bijak kalau kita sedikit mengulas tentang arti demokrasi itu sendiri yang telah dijadikan sebagai alasan mengeksploitasi dari segala bentuk kebebasan dalam berpendapat, meski itu merusak kebebasan pihak lain. Kalau dirujuk dari arti kata, Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan,
sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih
kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri
dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat
ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara. Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Nah kan, memang kedaulatan rakyat berperan di sana dalam berjalannya suatu pemerintahan tapi yang jelas pasti ada suatu prosedur dan aturan yang harusnya dipatuhi bersama. Terus mengapa kata demokrasi dihubung-hubungkan dengan kebebasan dalam menyampaikan pendapat yang kadang cara penyampaianya kelewat batas bahkan merugikan sebagian pihak yang tidak ada kaitannya sama sekali? Ini memang harus kita telaah lagi.
Ironisnya sekarang banyak juga lembaga-lembaga atau perusahaan yang mengadakan suatu lomba atau ajang pencarian bakat namun penilaiannya dengan cara polling sms atau polling pengunjung. Padahal pada ajang tersebut ada juri. Namun penilaian juri tidak punya kekuatan penuh. Kalau ditanya, katanya ini juga wujud demokrasi biar yang melihat atau penonton ikut menilai. Kira-kira ini fair apa tidak ya? Nah dengan dalih demokrasi yang semakin disalah persepsikan dengan kebebasan yang tanpa batas ternyata juga sangat membuat keadaan semakin tidak kondusif. Sekali lagi lebih baik kita tidak tidak memakai kata demokrasi menjadi senjata untuk memaksakan setiap orang untuk tidak membatasi kebebasan kita. Karena sebenarnya kebebasan kita dibatasi oleh kebebasan orang lain.
Related Post
- Mengubur Mimpi Tunas-tunas yang Telah Disemai
- Seberapa Kuat Si Tuman?
- Psikologi Pembelajaran untuk Generasi Z: Pendekatan yang Relevan di Era Digital
- Memaknai Keberadaan dan Upaya Menyematkan Kebermanfaatan
- Meninggalkan Kenyamanan?
- Tabur Bunga di Sosial Media
- Kritisi dengan Solusi
- Semua Akan Seimbang Pada Waktunya
- Tabur Tuai
- Jangan Mati di Kawah Candradimuka
- Ketika Komunikasi (mulai) Kesemutan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar