Kecerdasan
majemuk adalah sebuah teori kecerdasan yang mengatakan bahwa kecerdasan
tidak hanya terfokus pada satu sisi kecerdasan, tetapi banyak sisi lain
dari kecerdasan itu sendiri. tokoh dari teori kecerdasan majemuk yang
paling terkenal adalah Howard Gardner dengan teorinya multiple intelligence.
Menurut Gardner, kecerdasan adalah
kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu setting. Gardner membagi kecerdasan dalam 9 kategori (Gardner; 1983;1993).
kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu setting. Gardner membagi kecerdasan dalam 9 kategori (Gardner; 1983;1993).
Awal
dalam buku Gardner, hanya membagi 7 kecerdasan, tetapi dikemudian hari
dan sampai sekarang berkembang menjadi 8, 9 bahkan terakhir katanya 10
kecerdasan. Gardner (dalam Frame of Mind: The Theory of multiple Intelligences; 1985)
menyatakan; “kecerdasan kandidat” dalam modelnya “lebih menyerupai
pertimbangan artistic ketimbang penaksiran ilmiah”. Dengan demikian,
kecerdasan tambahan sebanyak apapun bisa dimasukkan kedalam model Gardner,
karena menurutnya: “Tidak ada, dan tidak akan pernah ada, daftar
kecerdasan manusia yang tidak terbantahkan dan diterima secara
universal….kita bisa lebih mendekati tujuan itu jika kita berpegang hanya pada satu tingkat analisis (misalnya neurofisiologis)….”(Barbara K. Given, “Brain-Based Teaching”).
Gardner menetapkan
syarat khusus yang harus dipenuhi oleh setiap kecerdasan agar dapat
dimasukkan dalam teorinya; Empat diantaranya adalah:
- Setiap kecerdasan dapat dilambangkan à misal matematika jelas ada lambang, Musik ada lambing (not dll), kinestetik ada lambing atau irama gerak dst, lambaian tangan, untuk selamat tinggal atau mau tidur dll.
- Setiap Kecerdasan mempunyai riwayat perkembangan à artinya tidak seperti IQ yang meyakini bahwa kecerdasan itu mutlak tetap dan sudah ditetapkan saat kelahiran atau tidak berubah, MI (Multiple Intelligences) percaya bahwa kecerdasan itu muncul pada titik tertentu dimasa kanak-kanan, mempunyai periode yang berpotensi untuk berkembang selama rentang hidup, dan berisikan pola unik yang secara berlahan atau cepat semakin merosot seiring dengan menuanya seseorang. Kecerdasan paling awal muncul adalah Musik lalu Logis-Matematis.
- Setiap Kecerdasan rawan terhadap cacat akibat kerusakan atau cedera pada wilayah otak tertentu. Misal orang dengan kerusakan pada Lobus Frontal pada belahan otak kiri, tidak mampu berbicara atau menulis dengan mudah, namun tanpa kesulitan dapat menyanyi, melukis dan menari. Orang yang lobus Temporalnya kanan yang rusak, mungkin mengalami kesulitan dibidang music tetapi dengan mudah mampu bicara, membaca dan menulis. Pasien dengan kerusakan pada Lobus oksipital belahan otak kanan mengkin mengalami kesulitan dalam mengenali wajah, membayangkan atau mengamati detail visual. (Thomas Amstrong, 1999). Kecerdasan linguistic ada pada belahan otak kiri, sementara music, spatial dan antarpribadi cenderung di belahan otak kanan. Kinestetik-jasmani menyangkut kortek motor, ganglia basal, dan serebellum (otak kecil). Lobus frontal mengambil peran penting pada kecerdasan intrapribadi (intrapersonal).
- Setiap kecerdasan mempunyai keadaan akhir berdasar nilai budaya. à Artinya tidak harus matematis-logis yang penting atau Spatial atau Musik, atau tergantung budaya masing-masing misal ada kemampun naik kuda, melacak jejak dll dalam budaya tertentu itu sangat-sangat penting dan lain-lain.
Kategori kecerdasan majemuk menurut Garnerd itu adalah itu adalah:
Kecerdasan Linguistik
Kecerdasan
linguistik adalah kecerdasan dalam mengolah kata. Ini merupakan
kecerdasan para jurnalis, juru cerita, penyair, dan pengacara. Jenis
pemikiran inilah yang menghasilkan King Lear karya Shakespeare, Odyssey
karya Homerus, dan Kisah Seribu Satu Malam dari Arab. Orang yang cerdas
dalam bidang ini dapat berargu-mentasi, meyakinkan orang, menghibur,
atau mengajar dengan efektif lewat kata-kata yang diucapkannya. Mereka
senang bermain-main de¬ngan bunyi bahasa melalui teka-teki kata,
permainan kata (pun), dan tongue twister. Kadang-kadang mereka pun mahir
dalam hal-hal kecil, sebab mereka mampu mengingat berbagai fakta. Bisa
jadi mereka adalah ahli sastra. Mereka gemar sekali membaca, dapat
menulis dengan jelas, dan dapat mengartikan bahasa tulisan secara luas.
Kecerdasan Logis-matematis
Kecerdasan
logis matematis adalah kecerdasan dalam hal angka dan hgika. Ini
merupakan kecerdasan para ilmuwan, akuntan, dan pemrogram komputer.
Newton menggunakan kecerdasan ini ketika ia menemukan kalkulus. Demikian
pula dengan Einstein ketika ia menyu-sun teori relativitasnya.
Ciri-ciri orang yang cerdas secara logis-mate-matis mencakup kemampuan
dalam penalaran, mengurutkan, berpikir dalam pola sebab-akibat,
menciptakan hipotesis, mencari keteraturan konseptual atau pola numerik,
dan pandangan hidupnya umumnya bersifat rasional.
Kecerdasan Spasial
Kecerdasan
spasial adalah kecerdasan berpikir dalam gambar, serta kemampuan untuk
mencerap, mengubah, dan menciptakan kembali berbagai macam aspek dunia
visual-spasial. Kecerdasan ini merupakan kecerdasan para arsitek,
fotografer, artis, pilot, dan insinyur mesin. Siapa pun yang merancang
piramida di Mesir, pasti mempunyai kecerdasan ini. Demikian pula dengan
tokoh-tokoh seperti Thomas Edison, Pablo Picasso, dan Ansel Adams. Orang
dengan tingkat kecerdasan spasial yang tinggi hampir selalu mempunyai
kepekaan yang tajam terhadap detail visual dan dapat menggambarkan
sesuatu dengan begitu hidup, melukis atau membuat sketsa ide secara
jelas, serta dengan mudah menyesuaikan orientasi dalam ruang tiga
dimensi.
Kecerdasan Musikal
Kecerdasan
musikal adalah kemampuan untuk mencerap, menghargai, dan menciptakan
irama dan melodi. Bach, Beethoven, atau Brahms, dan juga pemain gamelan
Bali atau penyanyi cerita epik Yugoslavia, semuanya mempunyai kecerdasan
ini. Kecerdasan musikal juga dimiliki orang yang peka nada, dapat
menyanyikan lagu dengan tepat, dapat mengikuti irama musik, dan yang
mendengarkan berbagai karya musik dengan tingkat ketajaman tertentu.
Kecerdasan Kinestetik Jasmani
Kecerdasan
kinestetik jasmanis adalah kecerdasan fisik. Kecerdasan ini mencakup
bakat dalam mengendalikan gerak tubuh dan kete-rampilan dalam menangani
benda. Atlet, pengrajin, montir, dan ahli bedah mempunyai kecerdasan
kinestetik-jasmani tingkat tinggi. De¬mikian pula Charlie Chaplin, yang
memanfaatkan kecerdasan ini untuk melakukan gerakan tap dance sebagai
"Little Tramp". Orang dengan ke¬cerdasan fisik memiliki keterampilan
dalam menjahit, bertukang, atau merakit model. Mereka juga menikmati
kegiatan fisik, seperti berjalan kaki, menari, berlari, berkemah,
berenang, atau berperahu. Mereka adalah orang-orang yang cekatan, indra
perabanya sangat peka, tidak bisa tinggal diam, dan berminat atas segala
sesuatu.
Kecerdasan Antarpribadi (Interpersonal)
Kecerdasan
Antarpribadi adalah kemampuan untuk memahami dan bekerja sama dengan
orang lain. Kecerdasan ini terutama menuntut kemampuan untuk mencerap
dan tang-gap terhadap suasana hati, perangai, niat, dan hasrat orang
lain. Direk-tur sosial sebuah kapal pesiar harus mempunyai kecerdasan
ini, sama halnya dengan pemimpin perusahaan besar. Seseorang yang
mempunyai kecerdasan antarpribadi bisa mempunyai rasa belas kasihan dan
tanggung jawab sosial yang besar seperti Mahatma Gandhi, atau bisa juga
suka memanipulasi dan licik seperti Machiavelli. Namun, mereka semua
mempunyai kemampuan untuk memahami orang lain dan melihat dunia dari
sudut pandang orang yang bersangkutan. Oleh karena itu, mereka dapat
menjadi networker, perunding, dan guru yang ulung.
Kecerdasan Intrapribadi (Intrapersonal)
Kecerdasan
Intrapribadi atau kecerdasan dalam diri sendiri. Orang yang kecerdasan
intrapribadinya sangat baik dapat dengan mudah mengakses perasaannya
sendiri, membedakan berbagai macam keadaan emosi, dan menggunakan
pemahamannya sendiri untuk memperkaya dan membimbing hidupnya. Contoh
orang yang mempunyai kecerdasan ini, yaitu konselor, ahli teologi, dan
wirau-sahawan. Mereka sangat mawas diri dan suka bermeditasi,
berkontemplasi, atau bentuk lain penelusuran jiwa yang mendalam.
Sebaliknya, mereka juga sangat mandiri, sangat terfokus pada tujuan, dan
sangat disiplin. Secara garis besar, mereka merupakan orang yang gemar
bela-jar sendiri dan lebih suka bekerja sendiri daripada bekerja dengan
orang lain. (Armstrong: 1999: 3-6)
Kecerdasan Naturalis (Lingkungan)
Gardner
menjelaskan inteligensi lingkungan sebagai kemampuan seseorang untuk
dapat mengerti flora dan fauna dengan baik, dapat membuat distingsi
konsekuensial lain dalam alam natural; kemampuan untuk memahami dan
menikmati alam; dan menggunakan kemampuan itu secara produktif dalam
berburu, bertani, dan mengembangkan pengetahuan akan alam.
Orang
yang punya inteligensi lingkungan tinggi biasanya mampu hidup di luar
rumah, dapat berkawan dan berhubungan baik dengan alam, mudah membuat
identifikasi dan kla-sifikasi tanaman dan binatang. Orang ini mempunyai
kemam¬puan mengenal sifat dan tingkah laku binatang, biasanya mencintai
lingkungan, dan tidak suka merusak lingkungan hidup. Salah satu contoh
orang yang mungkin punya inteligensi lingkungan tinggi adalah Charles
Darwin. Kemampuan Dar¬win untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasi
serangga, burung, ikan, mamalia, membantunya mengembangkan teori
evolusi.
Inteligensi
lingkungan masih dalam penelitian lebih lanjut karena masih ada yang
merasa bahwa inteligensi ini sudah termasuk dalam inteligensi
matematis-logis. Namun, Gardner berpendapat bahwa inteligensi ini memang
berbeda dengan inteligensi matematis-logis.
Kecerdasan Eksistensial
Kecerdasan
eksistensial ini adalah menyangkut kemampuan seseorang untuk menjawab
persoalan-persoalan terdalam eksistensi atau keberadaan manusia. Orang
tidak puas hanya menerima keadaannya, keberadaannya secara otomatis,
tetapi mencoba menyadarinya dan mencari jawaban yang ter¬dalam.
Pertanyaan itu antara lain: mengapa aku ada, mengapa aku mati, apa makna
dari hidup ini, bagaimana kita sampai ke tujuan hidup. Inteligensi ini
tampaknya sangat berkembang pada banyak filsuf, terlebih filsuf
eksistensialis yang selalu mempertanyakan dan mencoba menjawab persoalan
eksistensi hidup manusia. Filsuf-filsuf seperti Sokrates, Plato,
Al-Farabi, Ibn Sina, Al-Kindi, Ibn Rusyd, Thomas Aquinas, Descartes,
Kant, Sartre, Nietzsche termasuk mempunyai inteligensi eksistensial
tinggi.
Anak
yang menonjol dengan inteligensi eksistensial akan mempersoalkan
keberadaannya di tengah alam raya yang besar ini. Mengapa kita ada di
sini? Apa peran kita dalam dunia yang besar ini? Mengapa aku ada di
sekolah, di tengah teman-teman, untuk apa ini semua? Anak yang menonjol
di sini sering kali mengajukan pertanyaan yang jarang dipikirkan orang,
termasuk gurunya sendiri. Misalnya, tiba-tiba ia bertanya, "Apa manusia
semua akan mati? Kalau semua akan mati, untuk apa aku hidup?"
Macam-macam
kecerdasan majemuk diatas bisa saja dimiliki oleh seorang individu.
Tetapi dalam teori kecerdasan majemuk, ada kalanya hanya satu atau
beberapa saja yang menonjol. Yang menjadi perhatian adalah, bagaimana
seseorang bisa mengembangkan kecerdasan majemuk yang ada tersebut. Ini
merupakan tantangan bagi orang tua ataupun pendidik agar dapat
mendeteksi kecerdasan pada anak untuk lebih mengembangkannya.sumber http://www.psychologymania.com
Related Post
- Belajar Program Linear Sub-materi Model Matematika dan Nilai Optimum Metode Titik Pojok
- Semua Akan Seimbang Pada Waktunya
- Tabur Tuai
- Jangan Mati di Kawah Candradimuka
- Ketika Komunikasi (mulai) Kesemutan
- Psikologi Pembelajaran untuk Generasi Z: Pendekatan yang Relevan di Era Digital
- Memaknai Keberadaan dan Upaya Menyematkan Kebermanfaatan
- Meninggalkan Kenyamanan?
- Tabur Bunga di Sosial Media
- Kritisi dengan Solusi
- Filsafat dalam Kurikulum Pendidikan di Indonesia
- Prakarsa Perubahan : Peningkatan Public Speaking untuk Penguatan Kemandirian Peserta Didik
- Kupas Tuntas Materi Logika Matematika Plus Full Video
Tidak ada komentar:
Posting Komentar