Pendahuluan
Membahas mengenai filsafat memang tidak akan pernah ada habisnya. Keterkaitan filsafatterhadap multi dimensi kehidupan ini sangatlah komplek. Termasuk hubungan filsafat dengan dunia pendidikan. Pada artikel ini, saya akan membahas tentang filsafat dalam kurikulum pendidikan di Indonesia.
Filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia, philo yang berarti cinta dalam arti yang luas, yaitu
ingin dan karena itu lalu berusaha mencapai yang diinginkan itu; Sophia artinya kebijakan dalam arti pandai, pengertian yang mendalam, cinta pada kebijakan (Ahmad Tafsir, 2001: 9) dalam Hermawan Heris, 2012:4. Dalam rangka untuk menjadi pandai, manusia ketika lahir
dibekali dengan rasa ingin tahu. Rasa keingintahuan yang dimiliki oleh manusia
adalah hal yang dapat melahirkan suatu pemikiran, dan kemudian pemikiran inilah
yang kemudian disebut dengan filsafat. Dengan berfilsafat manusia akan menjadi
pandai. Dengan proses berfikir, manusia seharusnya bisa menjadi pandai dan
bijaksana, yang mana bijaksana adalah tujuan dari belajar mengenai filsafat itu
sendiri.
Filsafat memiliki berbagai jenis pengertian pokok antara
lain:
1.
Upaya spekulatif untuk
menyajikan suatu pandangan sistematik serta lengkap tentang seluruh realitas;
2.
Upaya untuk melukiskan hakikat
realitas akhir dan dasar serta nyata;
3.
Upaya untuk menentukan
batas-batas dan jangkauan pengetahuan: sumber, hakikat, keabsahan, dan nilainya
(Loren Bagus, 2000:242 dalam Hermawan Heris, 2012:4 ).
Filsafat
memililki terjemahan yang sangat luas dan dapat melalui pendekatan dari banyak
arah. Ada tokoh yang mengartikan filsafat adalah sebagai proses berfikir,
bahkan ada yang berpendapat bahwa filsafat adalah sebagai bentuk kebijaksanaan,
sebagai simbol perlawanan. Di mana kondisi demikian muncul ketika para kaum
sofis muncul dengan menggunakan retorikanya (kepandaian bersilat lidah) memutar
balikkan fakta. Hal ini membuat kebenaran kemudian hanya bersifat relatif.
Tidak ada kebenaran umum yang diakui bersama atau kebenaran universal.
Beberapa
pendapat mengatakan bahwa filsafat bukan hanya milik filosof. Setiap
orang memiliki hak dan kewajiban untuk berfilsafat dengan kadarnya
masing-masing. Setiap orang yang terlahir dengan rasa keingintahuan serta dalam
rangka memaknai sebuah kehidupan, orang tersebut akan melalui fase-fase
aksi-reaksi yang mana hal tersebut juga merupakan bagian dari filsafat.
Ada pendapat
yang mengatakan bahwa filsafat adalah The mother of science yang mana
memiliki arti induk (babon) dari segala ilmu pengetahuan. Sehingga filsafat
juga disebut sebagai bibit atau cikal bakal dari pengetahuan. Ilmu-ilmu yang
ada pada saat ini adalah merupakan turunan dan juga merupakan jawaban dari
persoalan-persoalan dalam filsafat itu sendiri.
Dengan begitu
kompleksnya permasalahan-permasalahan yang ada, sehingga muncul banyak
pemikiran-pemikiran yang memiliki aliran berbeda-beda pula. Pengaruh filsafat
juga memasuki seluruh dimensi kehidupan manusia. Sehingga sampai sekarang kita
dapat merasakan betapa hebatnya filsafat itu.
Sementara
itu, dalam rangka memperkuat pemahaman dalam menjalani dan memecahkan
masalah-masalah kehidupan, manusia sangat membutuhkan adanya pendidikan. Pendidikan dapat dipahami dari berbagai
dimensi. Pendidikan adalah proses yang tidak pernah selesai (never ending
process). Kapanpun dan dimanapun, proses pendidikan akan terjadi. Dan,
pendidikan tidak bisa dilepaskan dari kehidupan,, sebab kehidupan adalah
pendidikan yang sebenarnya.
Dalam rangka
untuk mengembangkan kualitas sumber daya manusia (SDM), pendidikan memiliki
peran yang sangat vital. Maju dan tidaknya suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh
kualitas SDM nya. Dalam hal ini, pendidikan juga sangat rentan dengan adanya
pengaruh dari luar termasuk di antaranya adalah pengaruh dari pemikiran atau
filsafat atau ideologi. Sehingga selanjutnya kita akan membahas mengenai
filsafat pendidikan.
Pengertian filsafat pendidikan dapat
diketahui pula dengan melakukan kajian terhadap hubungan
filsafat dan pendidikan. Menurut beberapa ahli pikir adalah sebagai berikut:
1. John Dewey memandang pendidikan sebagai proses pembentukan
kemampuan dasar yang fundamental, baik menyangkut daya pikir maupun daya
perasaaan, menuju ke arah tabiat manusia. Filsafat dalam hal ini dapat disebut
sebagai teori umum pendidikan. Tugas filsafat dan pendidikan adalah seiring
yaitu sama-sama memajukan hidup manusia;
2. Thomson mengatakan bahwa filsafat berarti “melihat seluruh masalah
tanpa ada batas atau implikasinya”.
Filsafat adalah suatu bentuk pemikiran yang konsekuen, tanpa kenal kompromi
tentang hal-hal yang harus diungkap secara menyeluruh dann bulat;
3. Van Cleve Morris menyatakan, pendidikan adalah studi filosofis,
karena itu sebenarnya bukan hanya alat sosial semata, tetapi juga menjadi agen
yang melayani hati nurani masyarakat dalam memperjuangkan hari
esok yang lebih baik (M. Arifin, 2005:4 dalam Hermawan
Heris, 2012:15 ).
Dari tiga pendapat di atas, filsafat pendidikan dapat dipahami
sebagai aplikasi filsafat dalam pendidikan, atau berpikir secara radikal,
sistematis dan universal tentang pendidikan. Sedangkan filsafat dan pendidikan
sendiri memiliki otonomi masing-masing. Artinya, baik filsafat maupun
pendidikan memiliki sistematika tersendiri.
Filsafat memiliki nilai dan pengaruh dalam proses pendidikan,
terutama dalam terjadinya perubahan-perubahan dalam pendidikan. Sehingga
filsafat adalah salah satu dari beberapa landasan pendidikan. Filsafat juga
memiliki nilai historis dalam proses transformasi pendidikan. Filsafat memiliki
peran dalam perkembangan pendidikan, sehingga mampu menjadi suatu landasan
untuk dijadikan referensi, untuk dioperasionalkan dalam pendidikan dalam bentuk
kurikulum.
Kurikulum
adalah ruh dari sistem pendidikan suatu negara. Kurikulum merupakan landasan
utama dalam menentukan tujuan pendidikan, isi materi pelajaran, metode
pengajaran, dan system evaluasi.Kurikulum di Indonesia sangat dinamis. Perubahan-perubahan
kurikulum berganti dati masa ke masa.
Evaluasi
diperlukan untuk perbaikan kurikulum dalam segala aspeknya, mengenai tujuan,
bahan,dan metode penyampaiannya. Setiap perubahan dalam satu aspek mempengaruhi
aspek-aspek lain yang memerlukan perencanaan, pengembangan dan
penilaian-penilaian kembali. Proses perbaikan ini akan berjalan teru, seirama
dengan perkembangan masyarakat. (Nasution 2010 : 92).
Berikut
adalah daftar perubahan kurikulum di Indonesia:
1. Rentjana Pelajaran 1947
Kurikulum ini dibuat tepat
setelah dua tahun peristiwa proklamasi kemerdekaan. Penamaan kurikulum ini
awalnya masih menggunakan istilah Belanda, yaitu Leerplan.
2.
Rentjana Pelajaran Terurai
1952 (Kurikulum 1952)
Pemerintah melakukan
penyempurnaan terhadap Kurikulum 1947 di tahun 1952. Kurikulum ini mengatur
pembahasan topik tiap mata pelajaran dengan kehidupan masyarakat harus
berkaitan.
3.
Rentjana Pendidikan 1964
(Kurikulum 1964)
Konsep pembelajaran dalam
Kurikulum 1964 berfokus pada pengembangan moral, kecerdasan, emosional atau
artistik, keterampilan, dan jasmani. Konsep-konsep pembelajaran ini lebih
dikenal dengan sebutan Pancawardhana.
4.
Kurikulum 1968
Kurikulum ini memiliki ciri
materi dari jenjang pendidikan rendah memiliki korelasi dengan jenjang
pendidikan selanjutnya. Tujuan utama kurikulum ini adalah untuk membentuk
manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan
keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama.
5.
Kurikulum 1975
Kurikulum ini mulai digunakan
setelah program Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) tahap pertama di masa
pemerintahan Orde Baru. Kurikulum ini menekankan pendidikan yang lebih efektif
dan efisien.
6.
Kurikulum 1984
Di tahun 1984 terjadi lagi
perubahan kurikulum di Indonesia, karena kurikulum sebelumnya dianggap lambat
dalam merespons kemajuan di kalangan masyarakat.
7.
Kurikulum 1994 dan Suplemen
kurikulum 1999
Kedua kurikulum ini dibuat
dari hasil kombinasi Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984.
8.
Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK) 2004
Setelah 10 tahun Kurikulum 1994 berjalan, kurikulum ini digantikan
oleh KBK di tahun 2004.
Dengan berlakunya KBK, sekolah diberi kuasa untuk menyusun dan
mengembangkan komponen kurikulum yang mulanya berbasis materi menjadi
kompetensi, sesuai dengan kebutuhan dan kondisi sekolah serta peserta didiknya.
9.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) 2006
Kurikulum ini mulai digunakan
sejak berlakunya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional yang dijelaskan dengan lebih rinci dalam Peraturan Pemerintah No. 10
Tahun 2003
10. Kurikulum 2013 (K-13)
Kurikulum 2013 merupakan
kurikulum yang diterapkan pemerintah menggantikan KTSP 2006. Kurikulum ini
menekankan pada pembelajaran berbasis kompetensi dan pendekatan saintifik.
Tujuan kurikulum 2013 adalah membentuk siswa yang aktif, kreatif, inovatif, dan
mampu menghadapi tantangan abad ke-21.
11. Kurikulum Merdeka
Kurikulum Merdeka diperkenalkan oleh Kemendikbudristek
pada bulan Februari 2022 sebagai langkah untuk mengatasi krisis pembelajaran (learning crisis) yang cukup lama. Selain itu, kondisi
ini diperparah akibat pandemi Covid-19 yang banyak mengubah proses pembelajaran
tatap muka menjadi pembelajaran jarak jauh.
(Sumber :
https://guruinovatif.id)
Dari perubahan kurikulum pada masa
ke masa, sangat jelas bahwa dari perubahan-perubahan tersebut adalah dalam
rangka adanya evaluasi dan perbaikan yang diselaraskan dengan perkembangan dan
kebutuhan pada jamannnya. Tentu dalam perubahan-perubahan kurikulum tersebut
harus ada memiliki landasan di mana filsafat pendidikan menjadi salah satu
landasan dalam pengembangan pendidikan di Indonesia.
Rumusan masalah pada pembahasan kita
pada saat ini adalah “Apa saja tantangan dalan mengimplementasikan filsafat
pendidikan dalam kurikulum pendidikan di Indonesia?”
Permasalahan
Pemahaman terhadap filsafat
pendidikan baik bagi masyarakat umum maupun bagi pendidik dan pemegang
kebijakan tentang pendidikan harus menjadi perhatian tersendiri. Dewasa ini,
tentang filsafat pendidikan masih belum sepenuhnya dipahami dengan baik. Dalam
rangka melakukan evaluasi dan perbaikan kurikulum yang bekelanjutan, seperti
halnya yang telah dibahas di atas, bahwa antara filsafat, pendidikan, filsafat
pendidikan dan kurikulum adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Dari perubahan-perubahan kurikulum yang terjadi, filsafat yang tersirat
pada kurikulum itu sendiri kadang masih terkesan implisit, yang artinya tidak
dijelaskan secara detail dan jelas. Sehingga kedalaman pemahaman mengenai
filsafat dalam pendidikan oleh masyarakat umum, pendidik maupun pemegang
kebijakan tentang pendidikan tidak terlalu gamblang. Semestinya filsafat yang
tersirat pada akurikulum bersifat eksplisit. Terpaparkan dengan detail dan
jelas.
Perubahan kurikulum yang dinamis
atau perubahan yang sangat cepat juga menjadi salah satu permasalahan
tersendiri, khususnya dari segi kesiapan pihak pelaku pendidikan di bagian
hilir. Ketika kurikulum yang sebelumnya belum sepenuhnya berjalan dengan baik
dilapangan, kemudian terjadi pergantian kurikulum lagi, pasti akan menimbulkan
gejolak. Dan dewasa ini, saat ini menjadi sesuatu yang wajar terjadi.
Dalam implementasi filsafat pendidikan pada kurikulum, tentu dibutuhkan
sumber daya. Baik itu berupa materi maupun sumber daya manusia (SDM) nya. Baik
itu dari segi kuantitas maupun kualitas. Saat ini di negeri kita ini, terkait
dengan sumber daya memang masih terbatas. Pemerataan sumber daya juga masih ada
ketimpangan dari daerah satu dengan daerah yang lain.
Hal yang menjadi permasalahan berikutnya adalah adanya
perbedaan-perbedaan mengenai interpretasi para ahli terhadap
filsafat pendidikan. Perbedaan-perbedaan interpretasi dari para ahli terhadap
filsafat pendidikan akan dapat mempengaruhi bagaimana implementasi filsafat
pendidikan dalam kurikulum di Indonesia.
Analisis
Dalam perkembangannya dan pengaruhnya dalam pendidikan, filsafat
memiliki banyak aliran. Namun pada pembahasan kali ini yang akan dibahas adalah
aliran pragmatisme, progresivisme, dan rekonsturksionisme
saja.
a.
Aliran
filsafat pendidikan pragmatisme
Aliran ini dipandang sebagai filsafat Amerika
asli. Namun sebenarnya berpangkal pada filsafat empirisme Inggris, yang
berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui apa manusia alami. Arti umum dari
pragmatisme ialah kegunaan, kepraktisan, getting things done. Ada
pendapat bahwa aliran pragmatisme ini dikritik sebagai filsafat yang mendukung
bisnis dan politik Amerika.
b.
Aliran
filsafat pendidikan progresivisme
Aliran progresivisme mengakui dan berusaha mengembangkan asas
progesivisme dalam sebuah realita kehidupan, agar manusia bisa survive
menghadapi semua tantangan hidup. (Abdul Muis Thabrani 2015:84)
Aliran progresivisme telah memberikan
sumbangan yang besar di dunia pendidikan saat ini. Aliran ini telah meletakkan
dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan kepada anak didik. Anak didik diberikan
kebaikan baik secara fisik maupun cara berpikir, guna mengembangkan bakat dan
kemampuan yang terpendam dalam dirinya tanpa terhambat oleh rintangan yang
dibuat oleh orang lain. Oleh karena itu, filsafat progresivisme tidak
menyetujui pendidikan yang otoriter.
c.
Aliran
filsafat pendidikan rekonsturksionisme
Kata Rekonstruksionisme bersal dari bahasa Inggris reconstruct,
yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan,
rekonstruksionisme merupakan suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan
hidup kebudayaan yang bercorak modern. Aliran rekonstruksionisme berkeyakinan
bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas semua umat manusia. Sehingga,
pembinaan kembali daya intelektual dan spiritual yang sehat melalui pendidikan
yang tepat akan membina kembali manusia dengan nilai dan norma yang benar pula
demi generasi yang akan dating, sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan
umat manusia.
Berikutnya akan dibahas terkait dengan implementasi filsafat pendidikan
pada kurikulum terkini di Indonesia, yakni Kurikulum Merderka.
Kurikulum merdeka terlahir pada saat dunia sedang dilanda sebuah
pandemi, yakni Covid-19. Bermula dengan tuntutan pembelajaran yang penuh dengan
ketidakpastian, beberapa kebijakan pemerintah mengenai kurikulum secara dinamis
terus bergulir. Mulai dari peniadaan ujian nasional, simulasi kurikulum
prototype hingga diterbitkannya kurikulum merdeka ini. Kurikulum merdeka
sendiri mengedepankan prinsip student centered learning.
Memandang kurikulum merdeka dari sudut pandang setiap aliran filsafat di
atas, selalu ada keterkaitan dari masing-masing aliran baik pragmatisme,
progresivisme
maupun rekonsturksionisme. Aliran
pragmatisme memandang bahwa
manusia dapat mengetahui apa manusia alami. Arti umum dari pragmatisme ialah
kegunaan, kepraktisan, getting things done. Dalam hal ini selaras dengan
kurikulum merdeka, terutama dengan penguatan Profil Pelajar Pancasila, bahwa
peserta didik akan mengalami perkembangannya jika mereka terlibat aktif dan
sebagai subjek dalam pembelajaran.
Aliran filsafat progresivisme mengarahkan kurikulum merdeka agar
benar-benar dapat mewujudkan kemerdekaan dalam belajajr dan kebebasan dalam
mengembangkan potensi peserta didik. Sesuai dengan arti kebahasaan,
progresivisme mengharuskan adanya kebebasan berpikir demokratis dalam
pendidikan, sehingga orientasi pendidikanbukan lagi pada hasil yang tertulis
berupa angka dan melainkan kemahiran mengaplikasikan teori maupun konsep secara
kontekstual.
Selanjutnya adalah aliran filsafat rekonsturksionisme yang mana teori ini memiliki prinsip
bahwa setiap peserta didik diajarkan untuk proaktif, inisiatif, inonvatif dan
antisipatif. Rekonsturksionisme menitikberatkan pada percepatan perubahan
teknologi, dan infrastruktur yang modern dalam pendidikan. Dalam kurikulum
merdeka, implementasi aliran ini tercermin pada program sekolah penggerak dan
SMK Pusat keunggulan di mana pada setiap program harus berorientasi peserta
didik sebagai subjek pembelajaran.
Dari aliran filsafat di atas, aliran progresivisme dan rekonsturksionisme adalah aliran
dominan dalam pengembangan kurikulum merdeka. Karena mengikuti perkembangan
budaya dan kebutuhan sosial masyarakat secara global.
Implementasi filsafat pada setiap kurikulum yang berlaku,
termasuk juga kurikulum, tidak terlepas dari tantangan demi tantangan.
Perbedaan antara teori dan praktik sangat jamak kita temui. Apa yang menjadi teori
yang selama ini dipelajari, belum tentu ada kesesuainnya dengan praktik yang
terjadi di lapangan. Ada juga kondisi yang ditemui di lapangan tidak sesuai
dengan filsafat apa yang telah dipelajari. Hal ini tentu menjadi hal yang dapat
menyebabkan perkembangan kurikulum yang
selalu dinamis seiring berkembangnya jaman akan menemukan kendala.
Sikap resistensi dari para pelaku pendidikan maupun
masyarakat luas juga sering terjadi. Terlebih penolakan-penolakan terhadap
perubahan. Sebuah paradigma bahwa unsur politik juga mempengaruhi kurikulum
juga menjadi sebuah tentangan tersendiri. Di mana ungkapan “Ganti menteri,
ganti kurikulum” sering kita dengarkan yang semakin mengarah pada asumsi
negatif terhadap dinamika yang terjadi pada kurikulum.
Dengan segala bentuk dinamika yang terjadi pada kurikulum
beserta dengan tantangan yang dihadapi, tentu harus ada solusi dari kita sebagai
pelaku dan pemerhati pendidikan. Ada beberapa hal yang diharapkan akan menjadin
solusi dari hal ini di antaranya adalah:
1. Memperkuat pemahaman tentang filsafat
pendidikan.
Penguatan
pemahaman tentang filsafat ini harus diberikan kepada seluruh stake holder
pendidikan. Penguatan dapat dilaksanakan dalam pelatihan, workshop dan
bentuk-bentuk lain dalam rangka memperkuat pemahaman tentang filsafat
pendidikan.
2. Pengembangan kurikulum yang lebih
berbasis pada prinsip-prinsip filsafat.
Kurikulum
akan terus berkembang. Oleh sebab itu, pemerintah dalam mengembangkan atau
mengganti kurikulum harus memperhatikan juga fenomena yang terjadi. Pengembangnan
dan perubahan yang dilakukan pada kurikulum juga harus memperhatikan
prinsip-prinsip yang ada pada filsafat pendidikan.
3. Kolaborasi antara akademisi,
praktisi, dan pembuat kebijakan
Pengembangan dan perubahan kurikulum seyogyanya harus terlepas dari unsur kepentingan apapun kecuali perbaikan kurikulum dan sistem pendidikan itu sendiri. Para pelaku pendidikan terutama pembuat kebijakan harus mau menurunkan ego, sehingga dapat berkolaborasi dalam rangka melakukan perbaikan-perbaikan terhadap kurikulum. Perubahan itu perlu. Termasuk perubahan terhadap kurikulum. Sebab perkembangan jaman dan terus menuntut agar kurikulum juga harus bergerak dinamis. Hal ini dapat dilakukan dengan efektif jika dari hulu ke hilir dapat bersinergi untuk bersama-sama berkontribusi positif dalam perubahan dan pengembangan kurikulum.
Kesimpulan
Kehidupan akan terus berjalan dengan segala dinamikanya yang di dalamnya
tidak terlepas dari masalah-masalah yang harus dihadapi dan kebutuhan-kebutuhan
yang harus dipenuhi. Dalam rangka hal tersebut, tentu manusia membutuhkan
pendidikan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan untuk memperkuat
pemahaman-pemahaman dalam kehidupan.
Sistem pendidikan yang baik tidak akan terlepas dari kurikulum. Di mana
kurikulum adalah ruh dari pendidikan itu sendiri, yang selalu dinamis dalam
berkembang dan berubah menyesuaikan perkembangan jaman. Namun perubahan
kurikulum harus benar-benar memperhatikan kebutuhan perubahan itu sendiri dan
harus berdasarkan pada prinsip-prinsip filsafat pendidikan.
Filsafat pendidikan sangat memiliki implikasi yang kuat terhadap
kurikulum yang ada di negeri ini, tidak terkecuali kurikulum merdeka.
Aliran-alirang filsafat pendidikan memiliki kelebihannya masing-masing,
sehingga para pemegang kebijakan harus memilki arah dan tujuan yang jelas dalam
melakukan perubahan yang berdasarkan pada prinsip-prinsip filsafat pendidikan
yang sesuai.
Pemerintahan baru, kabinet baru,
program kerja baru. Ini adalah hal yang sering terjadi di negeri ini. Termasuk
berlaku pada kurikulum. Pemegang kebijakan sudah selayaknya untuk tidak serta
merta meninggalkan atau mengganti kurikulum yang ada tanpa pertimbangan yang
matang. Kurikulum merdeka yang saat ini berjalan, memiliki kelebihan-kelebihan
yang tidak seharusnya ditiggalkan begitu saja. Misal pembelajaran dengan
pendekatan student centered learning dapat benar-benar memposisikan
peserta didik sebagai subjek pembelajaran. Bukan objek pembelajaran. Kurikulum
merdeka memiliki komitmen dan konsen yang tinggi terhadap prinsip pendidikan
yang berpihak dan memerdekakan peserta didik, sebagaimana yang menjadi gagasan
Ki Hajar Dewantara.
Dengan kelebihan-kelebihan kurikulum yang berlaku pada saat ini, tentu
memiliki kekurangan-kekurangan yang harus menjadi perhatian dan program kerja pemegang
kebijakan khususnya kabinet baru yang selanjutnya akan dijalankan oleh pelaku
pendidikan dengan lingkup terkecil adalah lembaga pendidikan. Di sinilah peran
filsafat pendidikan sangat dibutuhkan. Karena filsafat
memiliki nilai dan pengaruh dalam proses pendidikan, terutama dalam terjadinya
perubahan-perubahan dalam pendidikan. Sehingga filsafat adalah salah satu dari
beberapa landasan pendidikan. Filsafat juga memiliki nilai historis dalam
proses transformasi pendidikan. Filsafat memiliki peran dalam perkembangan
pendidikan, sehingga mampu menjadi suatu landasan untuk dijadikan referensi,
untuk dioperasionalkan dalam pendidikan dalam bentuk kurikulum.
Daftar
Pustaka:
Nasution, 2010, Teknologi Pendidikan, Jakarta: Penerbit Bumi Aksara,
Hermawan, Heris. 2012, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Kementerian Agama
Suroiyah,
E.N. 2020, Pengantar Filsafat Pendidikan, Malang : Institut Agama Islam
Sunan Kalijogo
Related Post
- Kupas Tuntas Materi Logika Matematika Plus Full Video
- Belajar Program Linear Sub-materi Model Matematika dan Nilai Optimum Metode Titik Pojok
- Buku Prakarsa Perubahan Eko Agus Triswanto
- Psikologi Pembelajaran untuk Generasi Z: Pendekatan yang Relevan di Era Digital
- Filsafat dalam Kurikulum Pendidikan di Indonesia
- Memaknai Keberadaan dan Upaya Menyematkan Kebermanfaatan
- TRANSFORMASI PENDIDIKAN INDONESIA: PERAN SMK
- Prakarsa Perubahan : Peningkatan Public Speaking untuk Penguatan Kemandirian Peserta Didik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar