Senin, 18 November 2024

Filsafat dalam Kurikulum Pendidikan di Indonesia

Oleh: Eko Agus Triswanto

                                                                                    Pendahuluan

          Membahas mengenai filsafat memang tidak akan pernah ada habisnya. Keterkaitan filsafat
terhadap multi dimensi kehidupan ini sangatlah komplek. Termasuk hubungan filsafat dengan 
dunia pendidikan. Pada artikel ini, saya akan membahas tentang filsafat dalam kurikulum pendidikan di Indonesia.

            Filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia, philo yang berarti cinta dalam arti yang luas, yaitu

ingin dan karena itu lalu berusaha mencapai yang diinginkan itu; Sophia artinya kebijakan dalam arti pandai, pengertian yang mendalam, cinta pada kebijakan (Ahmad Tafsir, 2001: 9) dalam Hermawan Heris, 2012:4.

            Dalam rangka untuk menjadi pandai, manusia ketika lahir dibekali dengan rasa ingin tahu. Rasa keingintahuan yang dimiliki oleh manusia adalah hal yang dapat melahirkan suatu pemikiran, dan kemudian pemikiran inilah yang kemudian disebut dengan filsafat. Dengan berfilsafat manusia akan menjadi pandai. Dengan proses berfikir, manusia seharusnya bisa menjadi pandai dan bijaksana, yang mana bijaksana adalah tujuan dari belajar mengenai filsafat itu sendiri.

Filsafat memiliki berbagai jenis pengertian pokok antara lain:

1.      Upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta lengkap tentang  seluruh realitas;

2.      Upaya untuk melukiskan hakikat realitas akhir dan dasar serta nyata;

3.      Upaya untuk menentukan batas-batas dan jangkauan pengetahuan: sumber, hakikat, keabsahan, dan nilainya (Loren Bagus, 2000:242 dalam Hermawan Heris, 2012:4 ).

Filsafat memililki terjemahan yang sangat luas dan dapat melalui pendekatan dari banyak arah. Ada tokoh yang mengartikan filsafat adalah sebagai proses berfikir, bahkan ada yang berpendapat bahwa filsafat adalah sebagai bentuk kebijaksanaan, sebagai simbol perlawanan. Di mana kondisi demikian muncul ketika para kaum sofis muncul dengan menggunakan retorikanya (kepandaian bersilat lidah) memutar balikkan fakta. Hal ini membuat kebenaran kemudian hanya bersifat relatif. Tidak ada kebenaran umum yang diakui bersama atau kebenaran universal.

Beberapa pendapat  mengatakan bahwa  filsafat bukan hanya milik filosof. Setiap orang memiliki hak dan kewajiban untuk berfilsafat dengan kadarnya masing-masing. Setiap orang yang terlahir dengan rasa keingintahuan serta dalam rangka memaknai sebuah kehidupan, orang tersebut akan melalui fase-fase aksi-reaksi yang mana hal tersebut juga merupakan bagian dari filsafat.

Ada pendapat yang mengatakan bahwa filsafat adalah The mother of science yang mana memiliki arti induk (babon) dari segala ilmu pengetahuan. Sehingga filsafat juga disebut sebagai bibit atau cikal bakal dari pengetahuan. Ilmu-ilmu yang ada pada saat ini adalah merupakan turunan dan juga merupakan jawaban dari persoalan-persoalan dalam filsafat itu sendiri.

Dengan begitu kompleksnya permasalahan-permasalahan yang ada, sehingga muncul banyak pemikiran-pemikiran yang memiliki aliran berbeda-beda pula. Pengaruh filsafat juga memasuki seluruh dimensi kehidupan manusia. Sehingga sampai sekarang kita dapat merasakan betapa hebatnya filsafat itu.

Sementara itu, dalam rangka memperkuat pemahaman dalam menjalani dan memecahkan masalah-masalah kehidupan, manusia sangat membutuhkan adanya pendidikan.  Pendidikan dapat dipahami dari berbagai dimensi. Pendidikan adalah proses yang tidak pernah selesai (never ending process). Kapanpun dan dimanapun, proses pendidikan akan terjadi. Dan, pendidikan tidak bisa dilepaskan dari kehidupan,, sebab kehidupan adalah pendidikan  yang sebenarnya.

Dalam rangka untuk mengembangkan kualitas sumber daya manusia (SDM), pendidikan memiliki peran yang sangat vital. Maju dan tidaknya suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh kualitas SDM nya. Dalam hal ini, pendidikan juga sangat rentan dengan adanya pengaruh dari luar termasuk di antaranya adalah pengaruh dari pemikiran atau filsafat atau ideologi. Sehingga selanjutnya kita akan membahas mengenai filsafat pendidikan.

Pengertian filsafat pendidikan dapat diketahui pula dengan melakukan kajian terhadap hubungan filsafat dan pendidikan. Menurut beberapa ahli pikir adalah sebagai berikut:

1.      John Dewey memandang pendidikan sebagai proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik menyangkut daya pikir maupun daya perasaaan, menuju ke arah tabiat manusia. Filsafat dalam hal ini dapat disebut sebagai teori umum pendidikan. Tugas filsafat dan pendidikan adalah seiring yaitu sama-sama memajukan hidup manusia;

2.      Thomson mengatakan bahwa filsafat berarti “melihat seluruh masalah tanpa ada batas  atau implikasinya”. Filsafat adalah suatu bentuk pemikiran yang konsekuen, tanpa kenal kompromi tentang hal-hal yang harus diungkap secara menyeluruh dann bulat;

3.      Van Cleve Morris menyatakan, pendidikan adalah studi filosofis, karena itu sebenarnya bukan hanya alat sosial semata, tetapi juga menjadi agen yang melayani hati nurani masyarakat dalam memperjuangkan hari esok yang lebih baik (M. Arifin, 2005:4 dalam Hermawan Heris, 2012:15 ).

Dari tiga pendapat di atas, filsafat pendidikan dapat dipahami sebagai aplikasi filsafat dalam pendidikan, atau berpikir secara radikal, sistematis dan universal tentang pendidikan. Sedangkan filsafat dan pendidikan sendiri memiliki otonomi masing-masing. Artinya, baik filsafat maupun pendidikan memiliki sistematika tersendiri.

Filsafat memiliki nilai dan pengaruh dalam proses pendidikan, terutama dalam terjadinya perubahan-perubahan dalam pendidikan. Sehingga filsafat adalah salah satu dari beberapa landasan pendidikan. Filsafat juga memiliki nilai historis dalam proses transformasi pendidikan. Filsafat memiliki peran dalam perkembangan pendidikan, sehingga mampu menjadi suatu landasan untuk dijadikan referensi, untuk dioperasionalkan dalam pendidikan dalam bentuk kurikulum.

Kurikulum adalah ruh dari sistem pendidikan suatu negara. Kurikulum merupakan landasan utama dalam menentukan tujuan pendidikan, isi materi pelajaran, metode pengajaran, dan system evaluasi.Kurikulum di Indonesia sangat dinamis. Perubahan-perubahan kurikulum berganti dati masa ke masa.

Evaluasi diperlukan untuk perbaikan kurikulum dalam segala aspeknya, mengenai tujuan, bahan,dan metode penyampaiannya. Setiap perubahan dalam satu aspek mempengaruhi aspek-aspek lain yang memerlukan perencanaan, pengembangan dan penilaian-penilaian kembali. Proses perbaikan ini akan berjalan teru, seirama dengan perkembangan masyarakat. (Nasution 2010 : 92).

Berikut adalah daftar perubahan kurikulum di Indonesia:

1.    Rentjana Pelajaran 1947 

Kurikulum ini dibuat tepat setelah dua tahun peristiwa proklamasi kemerdekaan. Penamaan kurikulum ini awalnya masih menggunakan istilah Belanda, yaitu Leerplan.

2.      Rentjana Pelajaran Terurai 1952 (Kurikulum 1952)

Pemerintah melakukan penyempurnaan terhadap Kurikulum 1947 di tahun 1952. Kurikulum ini mengatur pembahasan topik tiap mata pelajaran dengan kehidupan masyarakat harus berkaitan.

3.      Rentjana Pendidikan 1964 (Kurikulum 1964)

Konsep pembelajaran dalam Kurikulum 1964 berfokus pada pengembangan moral, kecerdasan, emosional atau artistik, keterampilan, dan jasmani. Konsep-konsep pembelajaran ini lebih dikenal dengan sebutan Pancawardhana.

4.      Kurikulum 1968

Kurikulum ini memiliki ciri materi dari jenjang pendidikan rendah memiliki korelasi dengan jenjang pendidikan selanjutnya. Tujuan utama kurikulum ini adalah untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama.

5.      Kurikulum 1975

Kurikulum ini mulai digunakan setelah program Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) tahap pertama di masa pemerintahan Orde Baru. Kurikulum ini menekankan pendidikan yang lebih efektif dan efisien.

6.      Kurikulum 1984

Di tahun 1984 terjadi lagi perubahan kurikulum di Indonesia, karena kurikulum sebelumnya dianggap lambat dalam merespons kemajuan di kalangan masyarakat.

7.      Kurikulum 1994 dan Suplemen kurikulum 1999

Kedua kurikulum ini dibuat dari hasil kombinasi Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984.

8.      Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004

Setelah 10 tahun Kurikulum 1994 berjalan, kurikulum ini digantikan oleh KBK di tahun 2004.

Dengan berlakunya KBK, sekolah diberi kuasa untuk menyusun dan mengembangkan komponen kurikulum yang mulanya berbasis materi menjadi kompetensi, sesuai dengan kebutuhan dan kondisi sekolah serta peserta didiknya.

9.      Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006

Kurikulum ini mulai digunakan sejak berlakunya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang dijelaskan dengan lebih rinci dalam Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 2003

10.  Kurikulum 2013 (K-13)

Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang diterapkan pemerintah menggantikan KTSP 2006. Kurikulum ini menekankan pada pembelajaran berbasis kompetensi dan pendekatan saintifik. Tujuan kurikulum 2013 adalah membentuk siswa yang aktif, kreatif, inovatif, dan mampu menghadapi tantangan abad ke-21.

11.  Kurikulum Merdeka

Kurikulum Merdeka diperkenalkan oleh Kemendikbudristek pada bulan Februari 2022 sebagai langkah untuk mengatasi krisis pembelajaran (learning crisis) yang cukup lama. Selain itu, kondisi ini diperparah akibat pandemi Covid-19 yang banyak mengubah proses pembelajaran tatap muka menjadi pembelajaran jarak jauh.

(Sumber : https://guruinovatif.id)

            Dari perubahan kurikulum pada masa ke masa, sangat jelas bahwa dari perubahan-perubahan tersebut adalah dalam rangka adanya evaluasi dan perbaikan yang diselaraskan dengan perkembangan dan kebutuhan pada jamannnya. Tentu dalam perubahan-perubahan kurikulum tersebut harus ada memiliki landasan di mana filsafat pendidikan menjadi salah satu landasan dalam pengembangan pendidikan di Indonesia.

            Rumusan masalah pada pembahasan kita pada saat ini adalah “Apa saja tantangan dalan mengimplementasikan filsafat pendidikan dalam kurikulum pendidikan di Indonesia?”

Permasalahan

Pemahaman terhadap filsafat pendidikan baik bagi masyarakat umum maupun bagi pendidik dan pemegang kebijakan tentang pendidikan harus menjadi perhatian tersendiri. Dewasa ini, tentang filsafat pendidikan masih belum sepenuhnya dipahami dengan baik. Dalam rangka melakukan evaluasi dan perbaikan kurikulum yang bekelanjutan, seperti halnya yang telah dibahas di atas, bahwa antara filsafat, pendidikan, filsafat pendidikan dan kurikulum adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Dari perubahan-perubahan kurikulum yang terjadi, filsafat yang tersirat pada kurikulum itu sendiri kadang masih terkesan implisit, yang artinya tidak dijelaskan secara detail dan jelas. Sehingga kedalaman pemahaman mengenai filsafat dalam pendidikan oleh masyarakat umum, pendidik maupun pemegang kebijakan tentang pendidikan tidak terlalu gamblang. Semestinya filsafat yang tersirat pada akurikulum bersifat eksplisit. Terpaparkan dengan detail dan jelas.

 Perubahan kurikulum yang dinamis atau perubahan yang sangat cepat juga menjadi salah satu permasalahan tersendiri, khususnya dari segi kesiapan pihak pelaku pendidikan di bagian hilir. Ketika kurikulum yang sebelumnya belum sepenuhnya berjalan dengan baik dilapangan, kemudian terjadi pergantian kurikulum lagi, pasti akan menimbulkan gejolak. Dan dewasa ini, saat ini menjadi sesuatu yang wajar terjadi.

Dalam implementasi filsafat pendidikan pada kurikulum, tentu dibutuhkan sumber daya. Baik itu berupa materi maupun sumber daya manusia (SDM) nya. Baik itu dari segi kuantitas maupun kualitas. Saat ini di negeri kita ini, terkait dengan sumber daya memang masih terbatas. Pemerataan sumber daya juga masih ada ketimpangan dari daerah satu dengan daerah yang lain.

Hal yang menjadi permasalahan berikutnya adalah adanya perbedaan-perbedaan mengenai interpretasi para ahli terhadap filsafat pendidikan. Perbedaan-perbedaan interpretasi dari para ahli terhadap filsafat pendidikan akan dapat mempengaruhi bagaimana implementasi filsafat pendidikan dalam kurikulum di Indonesia.

 

Analisis

Dalam perkembangannya dan pengaruhnya dalam pendidikan, filsafat memiliki banyak aliran. Namun pada pembahasan kali ini yang akan dibahas adalah aliran pragmatisme, progresivisme, dan rekonsturksionisme saja.

a.       Aliran filsafat pendidikan pragmatisme

Aliran ini dipandang sebagai filsafat Amerika asli. Namun sebenarnya berpangkal pada filsafat empirisme Inggris, yang berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui apa manusia alami. Arti umum dari pragmatisme ialah kegunaan, kepraktisan, getting things done. Ada pendapat bahwa aliran pragmatisme ini dikritik sebagai filsafat yang mendukung bisnis dan politik Amerika.

b.      Aliran filsafat pendidikan progresivisme

Aliran progresivisme mengakui dan berusaha mengembangkan asas progesivisme dalam sebuah realita kehidupan, agar manusia bisa survive menghadapi semua tantangan hidup. (Abdul Muis Thabrani 2015:84)

Aliran progresivisme telah memberikan sumbangan yang besar di dunia pendidikan saat ini. Aliran ini telah meletakkan dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan kepada anak didik. Anak didik diberikan kebaikan baik secara fisik maupun cara berpikir, guna mengembangkan bakat dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain. Oleh karena itu, filsafat progresivisme tidak menyetujui pendidikan yang otoriter.

c.       Aliran filsafat pendidikan rekonsturksionisme

Kata Rekonstruksionisme bersal dari bahasa Inggris reconstruct, yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan, rekonstruksionisme merupakan suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Aliran rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas semua umat manusia. Sehingga, pembinaan kembali daya intelektual dan spiritual yang sehat melalui pendidikan yang tepat akan membina kembali manusia dengan nilai dan norma yang benar pula demi generasi yang akan dating, sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia.

Berikutnya akan dibahas terkait dengan implementasi filsafat pendidikan pada kurikulum terkini di Indonesia, yakni Kurikulum Merderka.

Kurikulum merdeka terlahir pada saat dunia sedang dilanda sebuah pandemi, yakni Covid-19. Bermula dengan tuntutan pembelajaran yang penuh dengan ketidakpastian, beberapa kebijakan pemerintah mengenai kurikulum secara dinamis terus bergulir. Mulai dari peniadaan ujian nasional, simulasi kurikulum prototype hingga diterbitkannya kurikulum merdeka ini. Kurikulum merdeka sendiri mengedepankan prinsip student centered learning.

Memandang kurikulum merdeka dari sudut pandang setiap aliran filsafat di atas, selalu ada keterkaitan dari masing-masing aliran baik pragmatisme, progresivisme maupun rekonsturksionisme. Aliran pragmatisme memandang bahwa manusia dapat mengetahui apa manusia alami. Arti umum dari pragmatisme ialah kegunaan, kepraktisan, getting things done. Dalam hal ini selaras dengan kurikulum merdeka, terutama dengan penguatan Profil Pelajar Pancasila, bahwa peserta didik akan mengalami perkembangannya jika mereka terlibat aktif dan sebagai subjek dalam pembelajaran.

Aliran filsafat progresivisme mengarahkan kurikulum merdeka agar benar-benar dapat mewujudkan kemerdekaan dalam belajajr dan kebebasan dalam mengembangkan potensi peserta didik. Sesuai dengan arti kebahasaan, progresivisme mengharuskan adanya kebebasan berpikir demokratis dalam pendidikan, sehingga orientasi pendidikanbukan lagi pada hasil yang tertulis berupa angka dan melainkan kemahiran mengaplikasikan teori maupun konsep secara kontekstual.

Selanjutnya adalah aliran filsafat rekonsturksionisme yang mana teori ini memiliki prinsip bahwa setiap peserta didik diajarkan untuk proaktif, inisiatif, inonvatif dan antisipatif. Rekonsturksionisme menitikberatkan pada percepatan perubahan teknologi, dan infrastruktur yang modern dalam pendidikan. Dalam kurikulum merdeka, implementasi aliran ini tercermin pada program sekolah penggerak dan SMK Pusat keunggulan di mana pada setiap program harus berorientasi peserta didik sebagai subjek pembelajaran.

Dari aliran filsafat di atas, aliran progresivisme dan rekonsturksionisme adalah aliran dominan dalam pengembangan kurikulum merdeka. Karena mengikuti perkembangan budaya dan kebutuhan sosial masyarakat secara global.

Implementasi filsafat pada setiap kurikulum yang berlaku, termasuk juga kurikulum, tidak terlepas dari tantangan demi tantangan. Perbedaan antara teori dan praktik sangat jamak kita temui. Apa yang menjadi teori yang selama ini dipelajari, belum tentu ada kesesuainnya dengan praktik yang terjadi di lapangan. Ada juga kondisi yang ditemui di lapangan tidak sesuai dengan filsafat apa yang telah dipelajari. Hal ini tentu menjadi hal yang dapat menyebabkan perkembangan  kurikulum yang selalu dinamis seiring berkembangnya jaman akan menemukan kendala.

Sikap resistensi dari para pelaku pendidikan maupun masyarakat luas juga sering terjadi. Terlebih penolakan-penolakan terhadap perubahan. Sebuah paradigma bahwa unsur politik juga mempengaruhi kurikulum juga menjadi sebuah tentangan tersendiri. Di mana ungkapan “Ganti menteri, ganti kurikulum” sering kita dengarkan yang semakin mengarah pada asumsi negatif terhadap dinamika yang terjadi pada kurikulum.

Dengan segala bentuk dinamika yang terjadi pada kurikulum beserta dengan tantangan yang dihadapi, tentu harus ada solusi dari kita sebagai pelaku dan pemerhati pendidikan. Ada beberapa hal yang diharapkan akan menjadin solusi dari hal ini  di antaranya adalah:

1.      Memperkuat pemahaman tentang filsafat pendidikan.

Penguatan pemahaman tentang filsafat ini harus diberikan kepada seluruh stake holder pendidikan. Penguatan dapat dilaksanakan dalam pelatihan, workshop dan bentuk-bentuk lain dalam rangka memperkuat pemahaman tentang filsafat pendidikan.

2.      Pengembangan kurikulum yang lebih berbasis pada prinsip-prinsip filsafat.

Kurikulum akan terus berkembang. Oleh sebab itu, pemerintah dalam mengembangkan atau mengganti kurikulum harus memperhatikan juga fenomena yang terjadi. Pengembangnan dan perubahan yang dilakukan pada kurikulum juga harus memperhatikan prinsip-prinsip yang ada pada filsafat pendidikan.

3.      Kolaborasi antara akademisi, praktisi, dan pembuat kebijakan

Pengembangan dan perubahan kurikulum seyogyanya harus terlepas dari unsur kepentingan apapun kecuali perbaikan kurikulum dan sistem pendidikan itu sendiri. Para pelaku pendidikan terutama pembuat kebijakan harus mau menurunkan ego, sehingga dapat berkolaborasi dalam rangka melakukan perbaikan-perbaikan terhadap kurikulum. Perubahan itu perlu. Termasuk perubahan terhadap kurikulum. Sebab perkembangan jaman dan terus menuntut agar kurikulum juga harus bergerak dinamis. Hal ini dapat dilakukan dengan efektif jika dari hulu ke hilir dapat bersinergi untuk bersama-sama berkontribusi positif dalam perubahan dan pengembangan kurikulum.

Kesimpulan

Kehidupan akan terus berjalan dengan segala dinamikanya yang di dalamnya tidak terlepas dari masalah-masalah yang harus dihadapi dan kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi. Dalam rangka hal tersebut, tentu manusia membutuhkan pendidikan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan untuk memperkuat pemahaman-pemahaman dalam kehidupan.

Sistem pendidikan yang baik tidak akan terlepas dari kurikulum. Di mana kurikulum adalah ruh dari pendidikan itu sendiri, yang selalu dinamis dalam berkembang dan berubah menyesuaikan perkembangan jaman. Namun perubahan kurikulum harus benar-benar memperhatikan kebutuhan perubahan itu sendiri dan harus berdasarkan pada prinsip-prinsip filsafat pendidikan.

Filsafat pendidikan sangat memiliki implikasi yang kuat terhadap kurikulum yang ada di negeri ini, tidak terkecuali kurikulum merdeka. Aliran-alirang filsafat pendidikan memiliki kelebihannya masing-masing, sehingga para pemegang kebijakan harus memilki arah dan tujuan yang jelas dalam melakukan perubahan yang berdasarkan pada prinsip-prinsip filsafat pendidikan yang sesuai.

Pemerintahan baru,  kabinet baru, program kerja baru. Ini adalah hal yang sering terjadi di negeri ini. Termasuk berlaku pada kurikulum. Pemegang kebijakan sudah selayaknya untuk tidak serta merta meninggalkan atau mengganti kurikulum yang ada tanpa pertimbangan yang matang. Kurikulum merdeka yang saat ini berjalan, memiliki kelebihan-kelebihan yang tidak seharusnya ditiggalkan begitu saja. Misal pembelajaran dengan pendekatan student centered learning dapat benar-benar memposisikan peserta didik sebagai subjek pembelajaran. Bukan objek pembelajaran. Kurikulum merdeka memiliki komitmen dan konsen yang tinggi terhadap prinsip pendidikan yang berpihak dan memerdekakan peserta didik, sebagaimana yang menjadi gagasan Ki Hajar Dewantara.

Dengan kelebihan-kelebihan kurikulum yang berlaku pada saat ini, tentu memiliki kekurangan-kekurangan yang harus menjadi perhatian dan program kerja pemegang kebijakan khususnya kabinet baru yang selanjutnya akan dijalankan oleh pelaku pendidikan dengan lingkup terkecil adalah lembaga pendidikan. Di sinilah peran filsafat pendidikan sangat dibutuhkan. Karena filsafat memiliki nilai dan pengaruh dalam proses pendidikan, terutama dalam terjadinya perubahan-perubahan dalam pendidikan. Sehingga filsafat adalah salah satu dari beberapa landasan pendidikan. Filsafat juga memiliki nilai historis dalam proses transformasi pendidikan. Filsafat memiliki peran dalam perkembangan pendidikan, sehingga mampu menjadi suatu landasan untuk dijadikan referensi, untuk dioperasionalkan dalam pendidikan dalam bentuk kurikulum.

 

Daftar Pustaka:

Nasution, 2010, Teknologi Pendidikan, Jakarta: Penerbit Bumi Aksara,

Hermawan, Heris. 2012, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Kementerian Agama

Suroiyah, E.N. 2020, Pengantar Filsafat Pendidikan, Malang : Institut Agama Islam Sunan Kalijogo

Eka, (2023), Sejarah Perkembangan Kurikulum di Indonesia: Transformasi Menuju Pendidikan yang Lebih Berkualitas. Diakses pada tanggal 5 November 2024 dari  https://guruinovatif.id.


Related Post

Tidak ada komentar:

Posting Komentar