Rabu, 26 Maret 2014

Dua Sejoli yang Bukan Jodohnya

Waktu ashar adalah saat-saat mendekati jam pulang kerja di kantor saya. Kantor manajemen SMK Teknik PAL Surabaya. Bagi kebanyakan teman pada saat inilah mereka akan mulai berkemas, bersiap-siap untuk pulang. Ada yang memulainya dengan menyimpan hasil kerja di komputernya pada folder-folder tertentu, ada yang mulai menata buku-buku atau berkas yang berserakan di meja, ada  juga yang mulai memasukkan kotak tempat bekal makan siangnya ke dalam tas. Tapi kebiasaan itu selalu tidak bisa saya ikuti.
Selasa, hari ke dua puluh lima bulan Maret di tahun masehi yang ke dua ribu empat belas. Waktu ashar masih saya gunakan untuk berkativitas seperti pada hari-hari sebelumnya. Hari ini waktu tersebut saya gunakan untuk memposting tulisan-tulisan saya pada blog pribadi saya. Sebenarnya waktunya tidaklah cukup banyak karena jam pulang di kantor saya adalah pukul 16.00 WIB. Kurang lebih ada waktu sekitar tiga puluh menit untuk melakukan aktivitas itu hingga pukul 15.50 saya gunakan untuk
shalat ashar. Setelah shalat ternyata teman-teman kantor sudah pada menyerbu mesin absen yeng terletak di lantai dasar, gedung manajemen Yayasan Pusdiklat PAL. Suasana kantor pun jadi sepi.
Pukul 16.00 WIB saya harus pulang. Karena masih ada aktivitas pengais rupiah yang menunggu di rumah, yaitu mengajar murid-murid les saya. Pada saat menjelang pulang inilah, konsentrasi saya harus fokus. Tujuannya adalah pulang tepat waktu dan berkemas dengan rapi. Data pekerjaan di komputer harus tersimpan pada folder yang benar, buku dan berkas-berkas harus menempati posisinya, komputer, AC dan lampu harus mati dan tidak ada barang bawaan yang tertinggal di kantor.
Khusus hari ini, sedikit keraguan muncul di benak ketika saya hendak mengenakan sepatu. Di bawah meja kerja saya ada empat pasang sepatu. Sepatu pertama adalah sepatu pantofel yang biasa saya gunakan dalam kegiatan resmi seperti mengajar dan rapat. Sepatu kedua saya menyebutnya dengan sepatu amfibi. Terbuat dari karet utuh, tanpa jahitan sehingga tidak tembus air. Sepatu ini biasa saya gunakan ketika hujan. Sepatu ketiga dan keempat adalah sepatu yang sama jenisnya yaitu sepatu safety, yang membedakan hanyalah ukurannya saja. Yang satunya pendek dan yang satunya lagi lebih tinggi. Sepatu ini saya gunakan ketika mengunjungi siswa yang praktik di bengkel atau sedang study lapangan di bengkel-bengkel PT. PAL Indonesia.
Cuaca cerah. Tapi meski begitu kadang di jalan tiba-tiba bisa turun hujan. Saya memutuskan untuk mengenakan sepatu amfibi saja, kalaupun nanti di tengah jalan hujan saya tidak kebingungan lepas sepatu. Sunah rasul saya lakukan, pakai sepatu yang kanan saya pasang lebih dulu. Baru terpakai sepatu yang kanan, tiba-tiba handphone saya ada sms. Saya putuskan untuk membuka siapa tahu sms yang darurat, ternyata sms dari sang istri yang titip untuk dibelikan gorengan. HP saya kantongi kembali, lanjut pasang sepatu yang kiri, ambil tas dan pulang. Bergegas saya meluncur ke tempat mesin absen untuk membuktikan bahwa saya pulang pukul 16.00 WIB atau bahkan lebih. Karena kalau kurang dari jam itu, gaji saya terancam kena sunat. Absen selesai, nyalain motor dan ngacir pulang. Cabut dari area PT. PAL yang pengamanannya super ketat itu.
Jalan tak terlalu padat, dengan cuaca yang sekali lagi masih cerah. Membuat nyali saya muncul untuk memacu motor dengan kecepatan di atas rata-rata, sehingga dalam waktu sebentar saja saya sudah menempuh jarak yang cukup jauh. Tibalah saya di salah satu trafic light arah jalan Kusuma Bangsa. Lampu merah merah menyala, saya berhenti. Mata iseng melihat ke arah aspal dan terdapat kaki kiri saya di sana yang menumpu. "Lho kok saya pakai sepatu pantofel ya? Bukannya saya tadi niat pakai sepatu amfibi?" tanya saya dalam hati. Buru-buru saya tengok kaki kanan yang masih menggantung di bagian foot step motor, jangan-jangan... Alamak! Ada sepatu amfibi di sana. Tengok kanan kiri berharap tak ada yang tahu.  Jarak ke rumah masih jauh, kembali ke kantor pun tak mungkin. Nekat, saya putuskan melanjutkan perjalanan pulang. Tibalah di warung gorengan favorit untuk membelikan pesanan sang istri. Ya ampun berat banget mau melangkah dengan dua sejoli sepatu yang bukan jodohnya ini. Antri dekat rombong gorengan, kaki kanan menginjak kaki kiri biar tak kelihatan perjodohan paksa yang tak disengaja ini. []

Related Post

Tidak ada komentar:

Posting Komentar