
Selasa, hari ke dua puluh lima bulan Maret di tahun masehi
yang ke dua ribu empat belas. Waktu ashar masih saya gunakan untuk
berkativitas seperti pada hari-hari sebelumnya. Hari ini waktu tersebut
saya gunakan untuk memposting tulisan-tulisan saya pada blog pribadi
saya. Sebenarnya waktunya tidaklah cukup banyak karena jam pulang di
kantor saya adalah pukul 16.00 WIB. Kurang lebih ada waktu sekitar tiga
puluh menit untuk melakukan aktivitas itu hingga pukul 15.50 saya
gunakan untuk
shalat ashar. Setelah shalat ternyata teman-teman kantor
sudah pada menyerbu mesin absen yeng terletak di lantai dasar, gedung
manajemen Yayasan Pusdiklat PAL. Suasana kantor pun jadi sepi.
Pukul
16.00 WIB saya harus pulang. Karena masih ada aktivitas pengais rupiah
yang menunggu di rumah, yaitu mengajar murid-murid les saya. Pada saat
menjelang pulang inilah, konsentrasi saya harus fokus. Tujuannya adalah
pulang tepat waktu dan berkemas dengan rapi. Data pekerjaan di komputer
harus tersimpan pada folder yang benar, buku dan berkas-berkas harus
menempati posisinya, komputer, AC dan lampu harus mati dan tidak ada
barang bawaan yang tertinggal di kantor.
Khusus hari ini, sedikit
keraguan muncul di benak ketika saya hendak mengenakan sepatu. Di bawah
meja kerja saya ada empat pasang sepatu. Sepatu pertama adalah sepatu
pantofel yang biasa saya gunakan dalam kegiatan resmi seperti mengajar
dan rapat. Sepatu kedua saya menyebutnya dengan sepatu amfibi. Terbuat
dari karet utuh, tanpa jahitan sehingga tidak tembus air. Sepatu ini
biasa saya gunakan ketika hujan. Sepatu ketiga dan keempat adalah sepatu
yang sama jenisnya yaitu sepatu safety, yang membedakan hanyalah
ukurannya saja. Yang satunya pendek dan yang satunya lagi lebih tinggi.
Sepatu ini saya gunakan ketika mengunjungi siswa yang praktik di bengkel
atau sedang study lapangan di bengkel-bengkel PT. PAL Indonesia.
Cuaca
cerah. Tapi meski begitu kadang di jalan tiba-tiba bisa turun hujan.
Saya memutuskan untuk mengenakan sepatu amfibi saja, kalaupun nanti di
tengah jalan hujan saya tidak kebingungan lepas sepatu. Sunah rasul saya
lakukan, pakai sepatu yang kanan saya pasang lebih dulu. Baru terpakai
sepatu yang kanan, tiba-tiba handphone saya ada sms. Saya
putuskan untuk membuka siapa tahu sms yang darurat, ternyata sms dari
sang istri yang titip untuk dibelikan gorengan. HP saya kantongi
kembali, lanjut pasang sepatu yang kiri, ambil tas dan pulang. Bergegas
saya meluncur ke tempat mesin absen untuk membuktikan bahwa saya pulang
pukul 16.00 WIB atau bahkan lebih. Karena kalau kurang dari jam itu,
gaji saya terancam kena sunat. Absen selesai, nyalain motor dan ngacir
pulang. Cabut dari area PT. PAL yang pengamanannya super ketat itu.
Jalan
tak terlalu padat, dengan cuaca yang sekali lagi masih cerah. Membuat
nyali saya muncul untuk memacu motor dengan kecepatan di atas rata-rata,
sehingga dalam waktu sebentar saja saya sudah menempuh jarak yang cukup
jauh. Tibalah saya di salah satu trafic light arah jalan Kusuma
Bangsa. Lampu merah merah menyala, saya berhenti. Mata iseng melihat ke
arah aspal dan terdapat kaki kiri saya di sana yang menumpu. "Lho kok
saya pakai sepatu pantofel ya? Bukannya saya tadi niat pakai sepatu
amfibi?" tanya saya dalam hati. Buru-buru saya tengok kaki kanan yang
masih menggantung di bagian foot step motor, jangan-jangan...
Alamak! Ada sepatu amfibi di sana. Tengok kanan kiri berharap tak ada
yang tahu. Jarak ke rumah masih jauh, kembali ke kantor pun tak
mungkin. Nekat, saya putuskan melanjutkan perjalanan pulang. Tibalah di
warung gorengan favorit untuk membelikan pesanan sang istri. Ya ampun
berat banget mau melangkah dengan dua sejoli sepatu yang bukan jodohnya
ini. Antri dekat rombong gorengan, kaki kanan menginjak kaki kiri biar
tak kelihatan perjodohan paksa yang tak disengaja ini. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar